RSS

Selasa, 15 Desember 2015

‘’ Syarikah dan Wakalah’’.

KATA PENGANTAR  

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam yang kepada-Nya kita menyembah dan kepada-Nya pula kita memohon pertolongan. Shalawat serta salam kepada Nabi Junjungan kita yakni Nabi Muhammad saw Khatamun Nabiyyin, beserta para keluarga dan sahabat serta seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.
Dengan rahmat dan hidayah dari  Allah swt kami diberikan kemampuan untuk menyelesaikan tugas dari Bapak Haidi Hajar W., M.Hum, untuk membuat makalah yang memuat materi dengan judul ‘’ Syarikah dan Wakalah’’.
Ucapan terimakasih penyusun sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini. Kami menyadari  bahwa makalah ini kurang sempurna, maka dari apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini mohon dimaafkan dan semoga makalah ini dapat bermafaat bagi kita semua, amin.
                                                                  
Palangkaraya April  2014                                          
                       Penyusun
           


BAB I

A.    Latar Belakang

Pada  dasarnya tidak semua manusia dapat mengurusi segala urusannya secara pribadi, sehingga ia butuh pendelegasian mandat kepada orang lain untuk dapat melakukannya sebagai wakil darinya.  Penyebabnya bisa karena ketidak adaan waktu ataupun karena tidak memiliki kemampuan teknis untuk menyelesaikan masalah tersebut sendiri. Selain itu dalam bermualah sangat diperlukan yang namanya persekutuan untuk mencapai tujuan bersama dimana yang saling bersekutu akan melakukan suatu pekerjaan untuk mendapatkan hasil yang menguntungkan kedua / saling menguntungkan . karena kita hidup di dunia ini sebagai makhluk sosial yang memerlukan peranan orang lain diberbagai aspek terutama didunia bisnis. Oleh karena itu perlu kiranya kita untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana sebenarnya wakalah/perwakilan dan syarikah/persekutuan dalam Islam yang akan di jelaskan beserta beberapa hadisnya.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana Syarah hadis tentang Syarikah atau Persekutuan?
2.      Bagaimana Syarah hadis tentang Wakalah atau Perwakilan?

C.    Tujuan Masalah

Sesuai dengan permasalahan diatas, tujuan yang dicapai dalam makalah ini sebagai berikut :
1.      Mengetahui, memahami dan menjelaskan Syarah hadis tentang Syarikah atau Persekutuan.
2.      Mengetahui, memahami dan menjelaskan Syarah hadis tentang Wakalah atau Perwakilan.

D.    Manfaat Makalah

1.      Kegunaan Praktis
Penuliusan makalah ini diharapkan menjadi  masukan yang berguna untuk meningkatkan keimanan dan menambah wawasan kita.
2.      Kegunaan Teoritis
Bagi perguruan tinggi, penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi dokumen akademik yang berguna untuk dijadikan bahan bacaan yang bermanfaat dan pengembangan syarah hadis khususnya tentang persekutuan (Syarikah) dan perwakilan (wakalah).

E.     Metode Penulisan

Adapun metode yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1.    Metode kepustakaan (Library Research)
2.    Metode penelurusan internet (Web Search).

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Syarikah


1.      Hadis Tentang Syarikah

وَعَنْ اَلسَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ اَلْمَخْزُومِيِّ ( أَنَّهُ كَانَ شَرِيكَ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَبْلَ اَلْبَعْثَةِ, فَجَاءَ يَوْمَ اَلْفَتْحِ, فَقَالَ: مَرْحَباً بِأَخِي وَشَرِيكِي )  رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُدَ, وَابْنُ مَاجَةَ
‘’Dari As-Saib Al-Makhzumira, bahwa ia dahulu adalah mitra Nabi saw sebelum ia di angkat menjadi Rasul. Ketika ia datang pada hari penaklukan kota mekkah, maka beliau bersabda “ selama datang saudarahku dan mitraku .“ (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)’’
2.      Tafsir Mufradat
شَرِيكَ             : Mitra (rekan bersyarikat)
يَوْمَ اَلْفَتْحِ         : Hari Penaklukan kota Mekkah
مَرْحَباً              : Selamat datang
بِأَخِي              : Saudaraku
3.      Syarah Hadis
Menurut Ibnu Abdil Barr, As-Saib bin Ubai as-saib termasuk orang yang baru memeluk Islam dengan baik keislamananya serta dia termasuk orang yang di makmurkan. Ia hidup di zaman muawiyyah. Pada masa awal keislamannya dia menjadi mitra bisnis Nabi Saw. Sehingga saat terjadi fathul makkah beliau bersabda : “selamat datang saudarakudan mitraku yang tidak mEmbantah dan mendebat”. Hadis tersebut di-shahihkan oleh Al-Hakim, sedangkan menurut riwayat ibnu Majah dinyatakan dengan lafazh “engkau dahulu menjadi mitraku di masa jahiliyah”. Hadis di atas menunjukkan bahwa fenomena bersarikat telah ada sebelum Islam datang kemudian syariat Islam menetapkan hal tersebut.[1]
Syarikah secara bahasa artinya perkumpulan atau persekutuan. Syarikah ini terjadi karena berdasarkan pilihan atau kesepakatan antara dua orang atau lebih.[2]
Di dalam kitab Sulaiman Rasjid yang berjudul Fiqh Islam bentuk perserikatan ada dua sebagai berikut :[3]
1.      Serikat ‘Inan (Serikat Harta)
Artinya ada beberapa dari dua orang atau lebih untuik berserikat harta yang ditentukan oleh keduanya dengan maksud mendapatkan keuntungan (tambahan) dan keuntungan itu untuk mereka yang berserikat itu.
Ulama sepakat bahwa bentuk serikat yang benar hendaknya tiap pihak mengeluarkan modal seperti yang dikeluarkan mitranya kemudian dicampur hingga tidak dapat dibedakan. Selanjutnya harta tersebut diinfestasikan oleh keduanya, hanya saja masing-masing pihak menempati posisi mitra kerjanya yang disebut sebagai Syarikat ‘Inan.[4]
2.      Serikat kerja
Yang dimaksud dengan serikat kerja ialah dua orang tenaga ahli atau lebih, bermufakat atas suatu pekerjaan supaya keduanya sama-sama mengerjakan  pekerjaan itu. Penghasilan (upahnya) adalah untuk mereka bersama menurut perjanjian antara mereka, baik keahlian keduanya maupun berbeda, seperti tukang kayu dengan tukang kayu, atau tukang besi dengan tukang besi.
Adapun rukun dan syaratnya adalah sebagai berikut :[5]
1.      Rukun
a.       Ada sigatnya
b.      Ada orang yang berserikat
c.       Ada pokok pekerjaannya
2.      Syarat
a.       Syarat lafaz : hendaklah mengandung arti izin buat menjalankan barang perserikatan.
b.      Syarat anggota : berakal, balig, merdeka dan kehendak tidak dipaksa.
c.       Syarat modal : modal hendaklah berupa uang (emas/perak) atau barang-barnag yang ditimbang atau ditakar.
Allah swt akan menolong kemajuan perserikatan selama orang yang berserikat itu tetap ikhlas. Tetapi jika apabila timbul penghianatan diantara mereka, maka Allah akan mencabut kemajuan perserikatan mereka.[6]

B.     Wakalah


1.           Hadis Tentang Wakalah
عَنِ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: وَاغْدُ يَا أُنَيْسُ إِلَى امْرَأَةِ هَذَا فَإِنِ اعْتَرَفَتْ فَارْجُمْهَا
‘’Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam bersabda kepada Unais, “Pergilah hai Unais, kepada wanita tersebut. Jika ia mengakui perbuatannya, rajamlah dia.” (HR Bukhari)
2.      Tafsir Mufradat
وَاغْدُ                :    pergilah (perintah dari Rasulullah untuk menggantikannya)
إِلَى امْرَأَةِ            :    kepada wanita
فَارْجُمْهَا              :   rajamlah ia (perbuatan yang harus ditunaikan Unais atas amanah dari Rasullullah saw)
3.      Syarah Hadis
Hadis ini merupakan dalil yang menunjukkan sahnya wakalah (perwakilan). Para ulama sepakat tentang sahnya wakalah ini. Pada dasarnya wakalah bersifat mubah, tetapi akan menjadi haram jika urusan yang diwakilkan adalah hal-hal yang bertentangan dengan syariah, menjadi wajib jika menyangkut hal yang darurat menurut Islam, dan menjadi makruh jika menyangkut hal-hal yang makruh, jadi masalah yang diwakilkan sangat penting.[7]
Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah telah mewakilkan kepada orang lain untuk berbagai urusan. Di antaranya adalah membayar hutang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lainnya.[8]
Berwakil (wakalah) ialah menyerahkan pekerjaan yang dikerjakan kepada yang lain, agar dikerjakannya (wakil) semasa hidupnya (yang berwakil).[9]
Wakalah juga sebagai bentuk tolong menolong yang diridhai Allah, ini berdasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang artinya:
وَاللهُ فِى عَوْنِ اْلعَبْدِ مَا كَانَ اْلعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيْهِ
“ Dan Allah (akan) menolong hambaNya selama hamba-hambanNya mau menolong saudara-saudaranya”.
Menurut agama Islam, seseorang boleh mendelegasikan suatu tindakan tertentu kepada oarang lain dimana orang lain itu bertindak atas nama pemberi kuasa atau yang mewakilkan sepanjang hal-hal yang dikuasakan itu boleh didelegasikan oleh agama. Dalil yang dipakai untuk menunjukkan kebolehan itu, antara lain, firman Allah swt dalam Q.S Al-Kahfi ayat 19 yang menceritakan adanya salah seorang dari ashhab al-kahfi itu dipercayakan oleh yang lain untuk mencari makanan.[10]
Dalam fiqih berdasarkan ruang lingkupnya wakalah dibedakan menjadi tiga macam: Wakalah al mutlaqah, yaitu mewakilkan secara mutlak, tanpa batasan waktu dan untuk segala urusan. Wakalah al muqayyadah, yaitu penunjukan wakil untuk bertindak atas namanya dalam urusan-urusan tertentu. Wakalah al amah, perwakilan yang lebih luas dari al-muqayyadah tetapi lebih sederhana dari al-mutlaqah.[11]
Adapun rukun dan syarat wakalah adalah sebagai berikut : [12]
1.      Ada yang berwakil dan wakil
Keduanya hendaklah memang sah mengerjakan pekerjaan itu dengan sendirinya.
2.      Ada pekerjaan yang diserahkan
Berkenaan dengan  obyek yang dikuasakan atau di disyaratkan mestilah sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain, seperti jual beli, pemberian upah, dan sejenisnya, yang memang berada dalam kekuasaan pihak yang memberikan kuasa. Para ulama berpendapat bahwa tidak boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah badaniyah, seperti shalat, dan boleh menguasakan sesuatu yang bersifat ibadah maliyah, seperti membayar zakat, bersedekah, dan sejenisnya.[13] Seseorang tidak boleh menunjuk orang lain sebagai wakil dalam perbuatan-perbuatan tersebut karena  dimaksudkan sebagai ujian dan cobaan  yang tidak akan tercapai apabila dilakukan oleh orang lain.[14]
3.      Lafaz
keadaan lafaz hendaklah kalimat yang menunjukkan rida yang berwakil.
Yang menjadi wakil tidak boleh berwakil pula kepada orang lain, kecuali dengan izin dari yang berwakil atau kerena terpaksa, umpamanya pekerjaan yang diwakilkan itu amat banyak sehingga tak dapat dikerjakan sendiri oleh wakil, maka ia boleh berwakil untuk mengerjakan pekerjaan yang tidak dapat ia kerjakan.[15]

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

1.      Syarikah secara bahasa artinya perkumpulan atau persekutuan. Syarikah ini terjadi karena berdasarkan pilihan atau kesepakatan antara dua orang atau lebih. Menurut hadis yang telah disebutkan pada pembahasan menunjukkan bahwa fenomena bersarikat telah ada sebelum Islam datang kemudian syariat Islam menetapkan hal tersebut.
2.      Berwakil (wakalah) ialah menyerahkan pekerjaan yang dikerjakan kepada yang lain, agar dikerjakannya (wakil) semasa hidupnya (yang berwakil). Menurut agama Islam, seseorang boleh mendelegasikan suatu tindakan tertentu kepada oarang lain dimana orang lain itu bertindak atas nama pemberi kuasa atau yang mewakilkan sepanjang hal-hal yang dikuasakan itu boleh didelegasikan oleh agama.

B.     Saran

Sebagaimana yang telah kita bahas bahwa syarikah dan wakalah telah sedemikian rupa diatur dalam  Islam dan Allah swt akan menolong kemajuan perserikatan selama orang yang berserikat itu tetap ikhlas dan melimpahkan pahala kepada mereka yang biasa menjalankan apa yang diamanahkan kepadanya sebagaimana yang telah dilakukan Rasulullah saw. maka dari itu hendaklah kita saling berserikat dan berwakalah dengan baik, benar dan bertanggung jawab.

DAFTAR PUSTAKA


Buku
Karim, Helmi, Fiqh Muamalah, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1997.
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Biru Algensindo, 2012.
Sabiq,  Sayyid, penerjemah Abu Syaiqina, Abu Aulia Rahma, Fiqh Sunnah Jilid 5, PT. Tinta Abadi Gemilang, 2013.



Internet
Subulus Salam, Muhammad ash-shan’aniy, ‘’ Persekutuan syarikah dan wakalah’’. Diambil dari : http://afeylla.blogspot.com/2011/12/perseku tuan-syarikah-dan-wakalah.html. (Online : 15 Maret 2015 Pukul 07 : 27 WIB).
Rahmatika Varid, ‘’Wakalah Stuhttp://rahmatikavarid. blogspot.com/2014/02/wakalah-studi-hadis.html(Online : 15 Maret 2015 Pukul 07 : 30 WIB).
Affgani, ‘’Wakalah’’. Diambil dari : https://affgani.wordpress.com/ekonomi-islam/wakalah/.(Online : 15 Maret 2015 Pukul 07 : 26 WIB).
Fauzan, ‘’Hadis Tentang Wakalah’’. Diambil dari : http://fnoorrohman (Online : 15 Maret 2015 Pukul 07 : 24 WIB).


[1]Subulus Salam, Muhammad ash-shan’aniy, ‘’ Persekutuan syarikah dan wakalah’’. Diambil dari : http://afeylla.blogspot.com/2011/12/persekutuan-syarikah-dan-wakalah.html. (Online : 15 Maret 2015 Pukul 07 : 27 WIB).
[2]Rahmatika Varid, ‘’Wakalah Stuhttp://rahmatikavarid.blog spot.com/2014/02/wakalah-studi-hadis.html(Online : 15 Maret 2015 Pukul 07 : 30 WIB).
[3]Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Biru Algensindo, 2012, h. 297-298.
[4]Subulus Salam, Muhammad ash-shan’aniy, ‘’ Persekutuan syarikah dan wakalah’’.  
[5]Ibid…, h. 297.
[6]Ibid..., h. 296-297.
[7]Affgani, ‘’Wakalah’’. Diambil dari : https://affgani.wordpress.com/ekonomi-islam/wakalah/.(Online : 15 Maret 2015 Pukul 07 : 26 WIB).
[8]Fauzan, ‘’Hadis Tentang Wakalah’’. Diambil dari : (Online : 15 Maret 2015 Pukul 07 : 24 WIB).
[9]Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam..., h. 320.
[10]Helmi Karim, Fiqh Muamalah, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 1997, h. 21-22.
[11]Affgani, ‘’Wakalah’’.  
[12]Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam..., h. 321.
[13]Helmi Karim, Fiqh Muamalah, h. 25.
[14]Sayyid Sabiq, penerjemah Abu Syaiqina, Abu Aulia Rahma, Fiqh Sunnah Jilid 5, PT. Tinta Abadi Gemilang, 2013, h. 192.
[15]Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam..., h. 322.

0 komentar:

Posting Komentar