KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam yang kepada-Nya kita menyembah
dan kepada-Nya pula kita memohon pertolongan. Shalawat serta salam kepada Nabi
Junjungan kita yakni Nabi Muhammad saw Khatamun Nabiyyin, beserta para keluarga
dan sahabat serta seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.
Dengan rahmat dan
hidayah dari Allah swt kami diberikan
kemampuan untuk menyelesaikan tugas dari Bapak Haidi Hajar W., M.Hum, untuk membuat makalah yang memuat materi
dengan judul ‘’ Syarikah dan Wakalah’’.
Ucapan terimakasih penyusun sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan
makalah ini. Kami menyadari bahwa
makalah ini kurang sempurna, maka dari apabila terdapat kesalahan dalam makalah
ini mohon dimaafkan dan semoga makalah ini dapat bermafaat bagi kita semua,
amin.
Palangkaraya April 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL.................................................................................................i
ABSTRAK
BAB I
A. Latar Belakang
Pada dasarnya tidak semua manusia dapat
mengurusi segala urusannya secara pribadi, sehingga ia butuh pendelegasian
mandat kepada orang lain untuk dapat melakukannya sebagai wakil darinya.
Penyebabnya bisa karena ketidak adaan waktu ataupun karena tidak memiliki
kemampuan teknis untuk menyelesaikan masalah tersebut sendiri. Selain itu dalam
bermualah sangat diperlukan yang namanya persekutuan untuk mencapai tujuan
bersama dimana yang saling bersekutu akan melakukan suatu pekerjaan untuk
mendapatkan hasil yang menguntungkan kedua / saling menguntungkan . karena kita
hidup di dunia ini sebagai makhluk sosial yang memerlukan peranan orang lain
diberbagai aspek terutama didunia bisnis. Oleh karena itu perlu kiranya kita
untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana sebenarnya wakalah/perwakilan dan
syarikah/persekutuan dalam Islam yang akan di jelaskan beserta beberapa
hadisnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Syarah hadis tentang
Syarikah atau Persekutuan?
2. Bagaimana Syarah hadis tentang Wakalah
atau Perwakilan?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui, memahami dan menjelaskan Syarah hadis tentang Syarikah atau Persekutuan.
2. Mengetahui, memahami dan menjelaskan Syarah hadis tentang Wakalah atau
Perwakilan.
D. Manfaat Makalah
1.
Kegunaan Praktis
Penuliusan
makalah ini diharapkan menjadi masukan
yang berguna untuk meningkatkan keimanan dan menambah wawasan kita.
2. Kegunaan
Teoritis
Bagi perguruan tinggi, penulisan makalah ini
diharapkan dapat menjadi dokumen akademik yang berguna untuk dijadikan bahan
bacaan yang bermanfaat dan pengembangan syarah hadis khususnya tentang
persekutuan (Syarikah) dan perwakilan (wakalah).
E. Metode Penulisan
Adapun metode yang
kami gunakan dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1.
Metode kepustakaan (Library Research)
2.
Metode penelurusan internet (Web Search).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Syarikah
1. Hadis Tentang Syarikah
وَعَنْ اَلسَّائِبِ بْنِ
يَزِيدَ اَلْمَخْزُومِيِّ ( أَنَّهُ كَانَ شَرِيكَ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم
قَبْلَ اَلْبَعْثَةِ, فَجَاءَ يَوْمَ اَلْفَتْحِ, فَقَالَ: مَرْحَباً بِأَخِي
وَشَرِيكِي ) رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُدَ, وَابْنُ مَاجَةَ
‘’Dari As-Saib Al-Makhzumira, bahwa ia dahulu
adalah mitra Nabi saw sebelum ia di angkat menjadi Rasul. Ketika ia datang pada
hari penaklukan kota mekkah, maka beliau bersabda “ selama datang saudarahku
dan mitraku .“ (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)’’
2. Tafsir Mufradat
شَرِيكَ : Mitra (rekan bersyarikat)
يَوْمَ
اَلْفَتْحِ :
Hari
Penaklukan kota Mekkah
مَرْحَباً : Selamat datang
بِأَخِي : Saudaraku
3. Syarah Hadis
Menurut Ibnu Abdil Barr, As-Saib bin Ubai
as-saib termasuk orang yang baru memeluk Islam dengan baik keislamananya serta
dia termasuk orang yang di makmurkan. Ia hidup di zaman muawiyyah. Pada masa
awal keislamannya dia menjadi mitra bisnis Nabi Saw. Sehingga saat terjadi
fathul makkah beliau bersabda : “selamat datang saudarakudan mitraku yang
tidak mEmbantah dan mendebat”. Hadis tersebut di-shahihkan oleh Al-Hakim,
sedangkan menurut riwayat ibnu Majah dinyatakan dengan lafazh “engkau dahulu
menjadi mitraku di masa jahiliyah”. Hadis di atas menunjukkan bahwa fenomena
bersarikat telah ada sebelum Islam datang kemudian syariat Islam menetapkan hal
tersebut.[1]
Syarikah secara bahasa artinya perkumpulan
atau persekutuan. Syarikah ini terjadi karena berdasarkan pilihan atau
kesepakatan antara dua orang atau lebih.[2]
Di dalam kitab Sulaiman Rasjid yang berjudul Fiqh
Islam bentuk perserikatan ada dua sebagai berikut :[3]
1. Serikat ‘Inan (Serikat Harta)
Artinya ada beberapa dari dua orang atau
lebih untuik berserikat harta yang ditentukan oleh keduanya dengan maksud
mendapatkan keuntungan (tambahan) dan keuntungan itu untuk mereka yang
berserikat itu.
Ulama sepakat bahwa bentuk serikat yang benar
hendaknya tiap pihak mengeluarkan modal seperti yang dikeluarkan mitranya
kemudian dicampur hingga tidak dapat dibedakan. Selanjutnya harta tersebut
diinfestasikan oleh keduanya, hanya saja masing-masing pihak menempati posisi
mitra kerjanya yang disebut sebagai Syarikat ‘Inan.[4]
2. Serikat kerja
Yang dimaksud dengan serikat kerja ialah dua
orang tenaga ahli atau lebih, bermufakat atas suatu pekerjaan supaya keduanya
sama-sama mengerjakan pekerjaan itu.
Penghasilan (upahnya) adalah untuk mereka bersama menurut perjanjian antara
mereka, baik keahlian keduanya maupun berbeda, seperti tukang kayu dengan
tukang kayu, atau tukang besi dengan tukang besi.
Adapun rukun dan syaratnya adalah sebagai berikut :[5]
1. Rukun
a. Ada sigatnya
b. Ada orang yang berserikat
c. Ada pokok pekerjaannya
2. Syarat
a. Syarat lafaz : hendaklah mengandung arti izin
buat menjalankan barang perserikatan.
b. Syarat anggota : berakal, balig, merdeka dan
kehendak tidak dipaksa.
c. Syarat modal : modal hendaklah berupa uang
(emas/perak) atau barang-barnag yang ditimbang atau ditakar.
Allah
swt akan menolong kemajuan perserikatan selama orang yang berserikat itu tetap
ikhlas. Tetapi jika apabila timbul penghianatan diantara mereka, maka Allah
akan mencabut kemajuan perserikatan mereka.[6]
B. Wakalah
1. Hadis
Tentang Wakalah
عَنِ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: وَاغْدُ يَا أُنَيْسُ إِلَى امْرَأَةِ هَذَا فَإِنِ
اعْتَرَفَتْ فَارْجُمْهَا
‘’Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam bersabda kepada
Unais, “Pergilah hai Unais, kepada
wanita tersebut. Jika ia mengakui perbuatannya, rajamlah dia.” (HR Bukhari)
2. Tafsir Mufradat
وَاغْدُ : pergilah
(perintah dari Rasulullah untuk menggantikannya)
إِلَى
امْرَأَةِ : kepada
wanita
فَارْجُمْهَا : rajamlah ia (perbuatan
yang harus ditunaikan Unais atas amanah dari Rasullullah saw)
3. Syarah Hadis
Hadis ini merupakan dalil yang menunjukkan sahnya wakalah
(perwakilan). Para ulama sepakat tentang sahnya wakalah ini. Pada dasarnya wakalah bersifat mubah,
tetapi akan menjadi haram jika urusan yang diwakilkan adalah hal-hal yang
bertentangan dengan syariah, menjadi wajib jika menyangkut hal yang darurat
menurut Islam, dan menjadi makruh jika menyangkut hal-hal yang makruh, jadi
masalah yang diwakilkan sangat penting.[7]
Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah telah
mewakilkan kepada orang lain untuk berbagai urusan. Di antaranya adalah
membayar hutang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan
pengurusan unta, membagi kandang hewan, dan lain-lainnya.[8]
Berwakil
(wakalah) ialah menyerahkan pekerjaan yang dikerjakan kepada yang lain, agar
dikerjakannya (wakil) semasa hidupnya (yang berwakil).[9]
Wakalah juga sebagai bentuk tolong menolong yang diridhai
Allah, ini berdasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang artinya:
وَاللهُ
فِى عَوْنِ اْلعَبْدِ مَا كَانَ اْلعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيْهِ
“ Dan Allah (akan) menolong hambaNya selama
hamba-hambanNya mau menolong saudara-saudaranya”.
Menurut agama
Islam, seseorang boleh mendelegasikan suatu tindakan tertentu kepada oarang
lain dimana orang lain itu bertindak atas nama pemberi kuasa atau yang
mewakilkan sepanjang hal-hal yang dikuasakan itu boleh didelegasikan oleh
agama. Dalil yang dipakai untuk menunjukkan kebolehan itu, antara lain, firman
Allah swt dalam Q.S Al-Kahfi ayat 19 yang menceritakan adanya salah seorang
dari ashhab al-kahfi itu dipercayakan oleh yang lain untuk mencari
makanan.[10]
Dalam fiqih berdasarkan ruang lingkupnya wakalah
dibedakan menjadi tiga macam: Wakalah al mutlaqah, yaitu mewakilkan
secara mutlak, tanpa batasan waktu dan untuk segala urusan. Wakalah al
muqayyadah, yaitu penunjukan wakil untuk bertindak atas namanya dalam
urusan-urusan tertentu. Wakalah al amah, perwakilan yang lebih luas dari
al-muqayyadah tetapi lebih sederhana dari al-mutlaqah.[11]
Adapun rukun dan syarat wakalah adalah sebagai berikut : [12]
1. Ada yang berwakil dan wakil
Keduanya hendaklah memang sah mengerjakan
pekerjaan itu dengan sendirinya.
2. Ada pekerjaan yang diserahkan
Berkenaan dengan obyek yang dikuasakan atau di disyaratkan
mestilah sesuatu yang bisa diwakilkan kepada orang lain, seperti jual beli,
pemberian upah, dan sejenisnya, yang memang berada dalam kekuasaan pihak yang
memberikan kuasa. Para ulama berpendapat bahwa tidak boleh menguasakan sesuatu
yang bersifat ibadah badaniyah, seperti shalat, dan boleh menguasakan
sesuatu yang bersifat ibadah maliyah, seperti membayar zakat,
bersedekah, dan sejenisnya.[13]
Seseorang tidak boleh menunjuk orang lain sebagai wakil dalam
perbuatan-perbuatan tersebut karena
dimaksudkan sebagai ujian dan cobaan
yang tidak akan tercapai apabila dilakukan oleh orang lain.[14]
3. Lafaz
keadaan
lafaz hendaklah kalimat yang menunjukkan rida yang berwakil.
Yang menjadi wakil tidak boleh berwakil pula kepada orang
lain, kecuali dengan izin dari yang berwakil atau kerena terpaksa, umpamanya
pekerjaan yang diwakilkan itu amat banyak sehingga tak dapat dikerjakan sendiri
oleh wakil, maka ia boleh berwakil untuk mengerjakan pekerjaan yang tidak dapat
ia kerjakan.[15]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Syarikah secara bahasa artinya perkumpulan
atau persekutuan. Syarikah ini terjadi karena berdasarkan pilihan atau
kesepakatan antara dua orang atau lebih. Menurut hadis yang telah disebutkan
pada pembahasan menunjukkan bahwa fenomena bersarikat telah ada sebelum Islam
datang kemudian syariat Islam menetapkan hal tersebut.
2. Berwakil (wakalah) ialah menyerahkan
pekerjaan yang dikerjakan kepada yang lain, agar dikerjakannya (wakil) semasa
hidupnya (yang berwakil). Menurut agama Islam, seseorang boleh mendelegasikan
suatu tindakan tertentu kepada oarang lain dimana orang lain itu bertindak atas
nama pemberi kuasa atau yang mewakilkan sepanjang hal-hal yang dikuasakan itu
boleh didelegasikan oleh agama.
B. Saran
Sebagaimana yang telah kita bahas bahwa syarikah
dan wakalah telah sedemikian rupa diatur dalam
Islam dan Allah
swt akan menolong kemajuan perserikatan selama orang yang berserikat itu tetap
ikhlas dan melimpahkan pahala kepada mereka yang biasa
menjalankan apa yang diamanahkan kepadanya sebagaimana yang telah dilakukan
Rasulullah saw. maka dari itu hendaklah kita saling berserikat dan berwakalah
dengan baik, benar dan bertanggung jawab.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Karim, Helmi, Fiqh Muamalah, Jakarta :
PT RajaGrafindo Persada, 1997.
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung
: Sinar Biru Algensindo, 2012.
Sabiq, Sayyid, penerjemah Abu Syaiqina, Abu Aulia
Rahma, Fiqh Sunnah Jilid 5, PT. Tinta Abadi Gemilang, 2013.
Internet
Subulus
Salam, Muhammad ash-shan’aniy, ‘’ Persekutuan syarikah dan
wakalah’’. Diambil dari : http://afeylla.blogspot.com/2011/12/perseku tuan-syarikah-dan-wakalah.html.
(Online : 15 Maret 2015 Pukul 07 : 27 WIB).
Rahmatika
Varid, ‘’Wakalah Stuhttp://rahmatikavarid. blogspot.com/2014/02/wakalah-studi-hadis.html(Online : 15 Maret 2015 Pukul 07
: 30 WIB).
Affgani, ‘’Wakalah’’. Diambil dari : https://affgani.wordpress.com/ekonomi-islam/wakalah/.(Online : 15 Maret 2015 Pukul 07
: 26 WIB).
Fauzan, ‘’Hadis Tentang Wakalah’’. Diambil
dari : http://fnoorrohman (Online : 15 Maret
2015 Pukul 07 : 24 WIB).
[1]Subulus Salam, Muhammad
ash-shan’aniy, ‘’ Persekutuan syarikah dan
wakalah’’. Diambil dari : http://afeylla.blogspot.com/2011/12/persekutuan-syarikah-dan-wakalah.html. (Online : 15 Maret 2015 Pukul 07 : 27 WIB).
[2]Rahmatika Varid, ‘’Wakalah Stuhttp://rahmatikavarid.blog spot.com/2014/02/wakalah-studi-hadis.html(Online : 15 Maret 2015 Pukul 07 : 30 WIB).
[6]Ibid..., h. 296-297.
[7]Affgani, ‘’Wakalah’’. Diambil dari : https://affgani.wordpress.com/ekonomi-islam/wakalah/.(Online
: 15 Maret 2015 Pukul 07 : 26 WIB).
[10]Helmi Karim, Fiqh Muamalah, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada,
1997, h. 21-22.
[14]Sayyid Sabiq, penerjemah Abu Syaiqina, Abu Aulia Rahma, Fiqh Sunnah
Jilid 5, PT. Tinta Abadi Gemilang, 2013, h. 192.


0 komentar:
Posting Komentar